Sabtu, 29 Juni 2013

TUGAS KEWIRAUSAHAAN (RUDY HADISWARNO)

NAMA : ERLYNA SEPTIKAWATI
KELAS  : 2DA01
NPM     : 47211806

RUDY HADISWARNO

Rudy Hadisuwarno (lahir di Pekalongan, 21 Oktober 1949 umur 63 tahun) adalah penata rambut profesional, pemilik jaringan bisnis salon rambut & kecantikan. Selain itu juga merupakan pengajar sekaligus pengelola jaringan lembaga pendidikan tata rambut dan wajah yang tersebar di seluruh Indonesia. Ia juga memiliki merk produk kosmetika rambut, serta penulis berbagai buku mengenai rambut.
Rudy memulai pendidikan tata rambut di Jakarta dan kemudian melanjutkannya di sekolah-sekolah tata rambut terkemuka di Tokyo, Paris, London dan San Francisco. Rudy mengawali karier profesional di dunia tata rambut pada tahun 1968 dengan membuka salon pertamanya di Jakarta. Nama Rudy pun semakin dikenal bahkan mendapat pengakuan internasional di tahun 1977 dengan diangkat menjadi anggota Intercoiffure Mondial yaitu perhimpunan ahli-ahli tata rambut professional sedunia yang berpusat di Paris.
Rudy juga memperluas jaringan bisnisnya melalui Rudy Hadisuwarno Organization (RHO) yang mengelola lebih dari 100 outlet dengan sistem franchise, yang terdiri dari salon dan sekolah rambut & kecantikan. Bahkan sejak 1981, RHO mengadakan Kompetisi Tata Rambut dan Make Up yang menjadi acara tahunan bagi dunia tata rambut dan make up nasional. Dan sebagai misinya untuk membagi ilmu yang ia miliki, secara rutin setiap tahunnya Rudy mengadakan Seminar tata rias rambut dan wajah ke seluruh penjuru Indonesia. Hingga kini, RHO telah memiliki bisnis salon terkemuka yaitu: Rudy Hadiswarno Hair & Beauty yang memiliki konsep sebagai pusat kecantikan dan tata rambut dimana didalamnya terdapat dokter gigi dan klinik kecantikan, Rudy Hardiswarno Salon sebagai salon berkelas eksklusif, yang dikhususkan sebagai salon keluarga, Brown Salon By Rudy Hadiswarno sebagai salon khusus remaja dan yang terbaru adalah salon khusus pria Maxx by Rudy Hadiswarno.  Selain itu RHO merasa memiliki kewajiban untuk memberikan layanan yang terbaik bagi konsumennya lewat produk-produk penataan dan perawatan rambut berkualitas Internasional, yaitu : Procare System sebagai servis perawatan rambut di jaringan salon RHO di samping produk kosmetik Rudy Hadiswarno Cosmetics.

Prestasi dan Penghargaan

  • Anggota Intercoiffure Mondial, sebuah perhimpunan para ahli penata rambut dunia yang berpusat di Paris–Perancis (1977-sekarang)
  • Penghargaan sebagai Pengembang Bidang Profesi dari Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef (1979)
  • Menerima “Medaille de Chevalier de la Chevalerie Intercoiffure Mondial” sebuah penghargaan dan penghormatan, atas segala prestasinya dalam dunia tata rambut pada "Intercoiffure World Congress" dari ICD Mondial, di New York, Amerika Serikat (1980)
  • President of Intercoiffure Mondial Indonesia (1981-sekarang)
  • Salah satu dari sembilan pendiri “Guillaume Foundation” yang antara lain memiliki dan mengelola museum tata rambut pertama dunia yang berlokasi di Paris. Dimana lembaga tersebut memiliki program untuk mengentaskan kemiskinan dengan memberikan pelatihan di bidang tata rias rambut kepada anak-anak tidak mampu di seluruh dunia. Serta menyelenggarakan program untuk memberikan kesempatan bagi para hairdresser muda agar memiliki pengalaman internasional (1982)
  • Penghargaan dari pemerintah melalui Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (1984)
  • Penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Republik Indonesia, Soeharto (1984)
  • Vice chairman Persatuan Ahli Tata Kecantikan Kulit dan Rambut Indonesia, “Tiara Kusuma” (1992-sekarang)
  • Menerima World Master of The Craft Award dari A&FG World Master Academy of Fashion Arts & Sciences di fashion institute technology theater di kota New York (1997)
  • Nama Rudy Hadisuwarno tercatat dalam buku “Who’s who in The World” yang diterbitkan di Amerika sebagai salah satu dari sekian nama orang-orang terkemuka dan berhasil di bidangnya dalam skala internasional (1998-sekarang)
  • Penghargaan "Personality of The Year" dari Intercoiffure Mondial Paris (2002)
  • Penghargaan the OFFICER Award of the Ordre de la Chevalerie pada kongress ICD di tokyo, ini merupakan penghargaan yang istimewa dari Intercoiffure Mondia (2004)
  • Presiden OMC (Organisation Mondialle Coiffure) mewakili Indonesia (2005-2008)
  • penghargaan “Competency Award 2008” dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Moch. Yusuf Kalla (2008)

Karya

  • Autobiografi Rudy Hadisuwarno, Rambut dan Bisnis Gaya Hidup yang mengisahkan perjalanan karier Sang Maestro (Desember 1997)
  • Gaya Rambut Anak (2004)
  • Cara Mencegah Kebotakan: Kiat Memiliki Rambut Bagus (2006)
  • Book of Style sebagai buku koleksi tren tata rambut secara regular setiap tahunnya sejak 2002 hingga sekarang
Salon yang sebelumnya sudah memiliki 8 gerai ini dikemas ulang dalam format dan manajemen? Rudy Hadisuwarno. Agar lebih fokus dan? menyasar targetnya,? My Salon? yang kini? punya dua gerai baru hanya akan dikembangkan di Jakarta dan Surabaya sebagai kota? yang dinilai paling potensial.
Pada format baru ini, My Salon? ditawarkan dengan cara waralaba yang menjanjikan return 25% lebih tinggi dibanding investasi di portofolio lain. Dalam hal ini, dijanjikan, pemilik modal -?franchisee — tinggal menerima revenue sharing, sementara untuk kegiatan operasional harian, pihak pemberi franchise yang turun tangan.
Fee waralaba My Salon ditawarkan? sebesar Rp 30 juta per lima tahun, sedangkan modal kerja yang dibutuhkan Rp 150 juta untuk keperluan pembukaan gerai, penyediaan alat dan renovasi. Masing-masing gerai harus? memiliki standar area sekitar 60 m2, sementara pihak franchisee? memiliki kewajiban memberikan royalti 8% total pendapatan.
Rudy Hadisuwarno sendiri sebelumnya telah memiliki tiga merek salon yakni Salon Rudy, Salon Brown dan Salon Hadisuwarno (eksklusif). Salon Rudy (20 gerai) dan Salon Brown (15 gerai) mengambil segmen menengah-atas. Lokasi pun disesuaikan dengan target pasar yang dituju yakni di mal-mal seperti Mal Cinere, Plaza Blok M, ITC Mangga Dua, Mal Artha Gading, Mal Cirebon, Supermal Pakuwon Indah.
Yang membedakan di antara keduanya, Salon Rudy membidik segmen keluarga sedangkan Brown yang dibangun tiga tahun lalu membidik pasar remaja. Adapun Salon Hadisuwarno dengan 15 gerainya membidik kalangan atas, karena lebih eksklusif. Hingga kini total gerai milik Rudy Hadisuwarno ada sekitar 130. “Bahkan target untuk tahun ini akan dibuka 10-20 gerai baru,” ujarnya.
Kapan memulai usahanya ?
Saya memulai belajar rambut di Jakarta pada 1967. Selepas SMA sambil menunggu waktu kuliah, saya pakai waktu kosong itu untuk belajar rambut. Saya menyadari kondisi ekonomi yang cukup menyulitkan setelah Gestapu itu, sehingga untuk biaya kuliah, saya harus cari tambahan karena orang tua nggak mampu membayar penuh.
Orang tua memutuskan pindah ke Jakarta pada 1963 untuk melanjutkan pendidikan anak-anak berhubung di Pekalongan saat itu tidak ada SMA. Namun yang namanya baru pindah ke kota besar ditambah lagi ada Gestapu pada 1965, usaha orang tua mengalami kesulitan. Itulah sebabnya saya harus mencari pekerjaan.
Kenapa rambut? Karena usaha itu sudah pernah dijalankan orang tua saya sejak dari Pekalongan. Namun ibu nggak buka salon di Jakarta waktu itu karena kondisi tidak memungkinkan. Oleh karena itu, saya kemudian belajar salon pada 1967 dan pada 1968 saya mulai buka salon di rumah.
Saya mulai belajar rambut di Kemayoran pada 1967 dengan Robby. Beliau terkenal di Jakarta kala itu. Saya memulai dari bawah, mulai dari menyapu dan mencuci rambut. Setahun saya di sana sambil kuliah di Trisakti, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Bagaimana Anda merintis bisnis tersebut?
Saya mulai dari rumah saya pada 1968 dengan satu meja dan satu kursi. Waktu itu belum pakai merek karena letaknya di gang buntu. Semua bermula dari ruang tamu orang tua saya dan menggunakan meja rias orang tua. Untuk mencuci rambut masih memakai kaleng di depan kamar mandi. Jadi dimulai dengan sangat sederhana.
Setelah berunding dengan keluarga, jadi diputuskan saya berhenti kuliah dulu, kemudian berkonsentrasi ke usaha salon. Itu terjadi pada 1971. Pada tahun itu, saya sudah bisa menabung dan saya memutuskan untuk berangkat ke Eropa untuk belajar di London dan Prancis 6 bulan lamanya.
Di sana saya belajar rambut lagi tapi saya juga mengamati bukan hanya tekniknya tapi bagaimana menjalankan bisnis salon. Kala itu di sana sudah mulai berkembang franchise sehingga saya belajar apa itu franchise.
Apa motivasi Anda ketika membuka sekolah salon?
Dalam perjalanan, saya juga berpikir bagaimana mulai mendidik tenaga kerja yang andal untuk menjalankan bisnis tersebut. Saya mulai memberanikan diri bagaimana mentransfer skill saya kepada orang lain. Pada 1974 saya mulai buka sekolah atau lebih tepatnya kursus-lah.
Kapan Anda mulai menggunakan nama merek Rudy?
Waktu salon masih berlokasi di gang buntu, saya belum memakai brand 'Rudy' meski tenaga kerja saya sudah bersertifikat 'Rudy'. Namun orang sudah ramai berdatang an dan sudah mengenal salon Rudy. Jadi, nama Rudy itu sebenarnya dikenal dari mulut ke mulut.
Kapan bisnis Anda ini mulai berkembang?
Pada 1978, terpikir oleh saya untuk memindahkan segmen market dari kelas menengah ke kelas atas. Saya berpikir saya harus mencari lokasi baru. Pilihannya di Kebayoran atau tetap di tengah kota tapi di suatu tempat yang lebih strategis. Jadi ketika Duta Merlin dibangun, saya menyewa di situ untuk membuka salon. Di situlah brand Rudy Hadisuwarno mulai saya pakai.
Pada 1971, harga saya Rp1.500. Itu sebelum keluar negeri. Begitu pulang dari luar negeri, saya naikkan menjadi Rp6.000 karena lebih canggih. Setelah itu sepi nggak ada yang datang karena orang berpikir saya gila mematok harga gunting yang sangat tinggi.
Bagaimana ceritanya kemudian Anda mulai dikenal luas?
Pada awal 1970-an, saya sudah mulai bekerja sampingan. Saya baca iklan ada agency model yang mencari penata rambut part time untuk menangani fashion show. Saya melamar dan bekerja sore hari. Di situ saya mulai berkenalan dengan model-model. Rambut mereka saya gunting, saya tata, dan dari situ nama Rudy mulai kedengaran.
Itu juga salah satu trik saya untuk berpromosi, sehingga media mulai melirik, minta foto yang terbaru. Kalau penyanyi misalnya dibawa ke saya, difoto kemudian masuk media. Nah, waktu salon sepi setelah harga tinggi yang saya patok itu, saya panggil model-model untuk digunting secara gratis. Pada tahun itu, ekonomi juga lagi booming. Pada 1978, harga saya sudah menjadi Rp15.000. Paling mahal.
Kapan Anda mulai melakukan ekspansi bisnis?
Belakangan saya buka cabang kedua di Hotel Mandarin. Itu sekitar 1980-an. Di situ saya mulai berkenalan dengan bank karena waktu itu buka cabang lagi. Pinjaman pertama tidak banyak, waktu itu Rp100 juta. Pinjaman pertama dari BCA untuk buka dua salon. Waktu itu, saya hanya punya satu brand, yakni Rudy Hadisuwarno. Saya pakai brand itu seiring dengan perubahan segmen.
Selama 1980 dan 1990-an, saya masih di satu segmen, kemudian sudah banyak salonnya. Sudah ada di Blok M Plaza, Bintaro Plaza, Cinere. Itu semua pakai Rudy Hadisuwarno. Itu masih di Jakarta. Kemudian saya perluas ke Bandung, Surabaya. Saya juga sudah mulai franchise.
Alasan memulai franchise? Karena butuh modal untuk mengembangkan usaha. Kebetulan ada tawaran mau buka salon dengan merek Rudy, ya...sudahlah saya coba. Waktu itu untuk buka salon butuh dana sekitar Rp50 juta-Rp100 juta.
Tampaknya Anda banyak belajar dari orang tua. Selain semangat bisnis, ada hal lain yang diwarisi orang tua?
Pasti ada. Kebetulan ibu saya pintar berusaha. Begitu juga bapak saya. Saya belajar bisnis dari mereka. Banyak hal yang saya dapat dari beliau berdua karena sangat mendukung saya. Bahkan kalau perlu, ibu mencuci rambut tamu. Bapak juga sering mengantar saya kalau saya ada panggilan.
Momen tersulit adalah ketika saya mengalami hijrahnya sejumlah karyawan saya pada suatu waktu. Itu terjadi pada 1965. Saya shock tetapi saya harus bangkit. Saya mulai kerja lagi, pelan-pelan didik orang lagi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar